Body Dysmorphic Disorder (BDD) adalah jenis penyakit mental kronis dimana penderita tidak bisa berhenti memikirkan penampilannya dari cacat sedikit pun, meskipun cacat tersebut hanya minor atau hanya bayangannya saja. Penderita BDD akan sangat terobsesi terhadap penampilan dan citra tubuh. Body dysmorphic disorder juga dikenal sebagai dysmorphophobia atau rasa takut memiliki suatu kelainan.
Orang yang mengalami BDD tidak hanya
bisa merasa tertekan tetapi bahkan bisa gagal dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari baik itu bekerja, belajar, maupun aktivitas
lainnya.
Penderita BDD sering melakukan berbagai
hal yang berlebihan hanya untuk mengkamuflase kekurangannya. Misalnya,
mereka bisa berdiri berjam-jam di depan cermin atau memakai riasan wajah
sebanyak-banyaknya untuk membuat diri mereka merasa lebih baik. Namun,
bukannya merasa lebih baik, para penderita BDD bahkan akan semakin
merasa cemas karena terus memperhatikan kekurangan tersebut.
Selain itu, mereka juga tidak hanya
mengkhawatirkan satu bagian tubuh saja, misalnya mata, tetapi juga
mengkhawatirkan bagian tubuh lain yang mereka rasa kurang sempurna
seperti hidung, mulut, lengan, ukuran payudara, hingga ukuran kelamin.
Menurut Dr. Katherine Phillips, BDD pada
umumnya akan mulai kelihatan sejak seseorang (baik pria maupun wanita)
memasuki masa remaja. Bahkan bisa juga sudah ada sejak kecil tetapi
belum terdeteksi. Pada masa remaja itulah, seseorang akan semakin
memperhatikan perubahan yang terjadi pada dirinya semisal ukuran dan
bentuk tubuh.
Wajar saja bila seseorang memperhatikan
penampilannya. Akan tetapi, pada orang normal, kebiasaan ini akan
memudar seiring dengan berjalannya waktu dan dengan
pembiasaan-pembiasaan dengan bentuk tubuh yang baru.
Ciri-Ciri Body Dysmorphic Disorder
Tidak semua pemerhati penampilan dapat
kita golongkan sebagai penderita BDD. Ini adalah beberapa karateristik
dari penderita BDD.
1. Mengalami depresi. Bahkan kemungkinan terburuk adalah mereka bisa bunuh diri.
2. Menghabiskan 1-5 jam setiap harinya
hanya untuk mengurus penampilannya. Hal ini sering dilakukan karena
penderita BDD takut dianggap cacat oleh orang lain.
3. Menghindari keramaian dan penurunan
fungsi sosial. Penderita BDD melakukan hal ini karena takut diperhatikan
kekurangannya oleh orang lain. Mereka juga akan mengalami kesulitan
dengan teman-teman, keluarga, bahkan pasangannya sendiri. Menurut hasil
penelitian penderita BDD mengalami penurunan kinerja hampir dalam semua
aspek kehidupan. Ini akibat dari pemikiran takut dianggap cacat oleh
orang lain.
4. Punya kepercayaan diri yang kurang
serta konsep diri yang negatif. Bahkan mereka bisa merasa sangat tidak
nyaman saat berada di tengah-tengah komunitas karena takut dijauhi,
diabaikan, atau tidak diperhatikan sama sekali. Ketakutan ini
menyebabkan penderita BDD memiliki banyak sekali ‘ritual’ seperti
bercermin berkali-kali, menggunakan rias wajah berkali-kali (mengoles
dan menghapusnya, kemudian mengolesnya kembali), melakukan konsultasi ke
berbagai dokter kecantikan, melakukan operasi plastik atau penyuntikkan
silikon, dan berbagai ‘ritual’ lainnya.
Penanggulangan Body Dysmorphic Disorder
Jika kita bertemu atau behadapan
langsung dengan penderita BDD, kita tidak perlu menjauhi mereka atau
menaruh perhatian terhadap cara mereka menanggulangi masalah tersebut.
Ada beberapa cara yang masih bisa kita ambil untuk menangani penderita
BDD.
1. Obat-obatan. Obat yang bisa kita
pergunakan adalah SSRs atau Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors.
Obat ini bisa digunakan untuk menangani depresi yang biasa dialami oleh
penderita BDD. Namun, seperti kebanyakan obat lainnya, SSRs pun memiliki
efek samping apabila terus menerus dikonsumsi dalam jangka waktu lama.
2. Psikoterapi. Ada dua terapi yang bisa dilakukan terhadap penderita BDD, yaitu Cognitive-Behavioral Therapy dan Cognitive-Rational Therapy.
Kedua terapi ini adalah pilihan yang sangat tepat apabila seseorang
ingin menanamkan pola pikir positif dan membuat penderita BDD merasa
lebih percaya diri dengan dirinya.
3. Pembimbingan. Seorang penderita BDD
bisa dibimbing dan dilatih untuk membangun strategi dan jalan keluar
dalam mengatasi pikiran-pikiran negatif yang mengganggu konsentrasi. Hal
ini juga meningkatkan pengendalian diri terhadap tindakan kompulsifnya.
4. Dukungan keluarga. Tindakan terakhir
ini bisa jadi merupakan ‘senjata’ paling ampuh dalam menangani
kepercayaan diri penderita BDD. Akan lebih baik jika keluarga membantu
mereka dalam mengungkapkan perasaan-perasaan stress, depresi, frustasi
dan yang lainnya untuk menjaga terjadinya frustasi yang semakin besar
lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar