sofware penambah saldo rekening

Rabu, 24 Oktober 2012

Hadis Qudsi

BACAAN SURAT AL-QUR'AN DALAM SHALAT

(disidangkan pada hari Jum'at, 9 Syakban 1430 H / 31 Juli 2009 M)


Pertanyaan:

1.      Bolehkah membaca surat dengan secara tidak urut, misalnya surat No. 10 pada rakaat pertama dan surat No. 9 pada rakaat kedua?
2.      Bolehkah membaca ayat tidak dari permulaan surat dalam shalat?
3.      Bolehkah membaca surat yang lebih pendek pada rakaat pertama dalam shalat?


Jawaban:

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kami nukil terlebih dahulu hadis-hadis yang ada hubungannya dengan pertanyaan tersebut:
1-   عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ اْلأُوْلَيَيْنِ مِنْ صَلاَةِ الظُّهْرِ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ يُطَوِّلُ فِي اْلأُولَى وَيُقَصِّرُ فِي الثَّانِيَةِ وَيُسَمِّعُ اْلآيَةَ أَحْيَانَا. [رواه البخاري في كتاب الآذان، 1: 91]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Abu Qatadah dari ayahnya, ia berkata: Nabi saw pernah membaca dalam dua rakaat pertama pada shalat dzuhur surat al-Fatihah dan dua surat. Beliau membaca surat yang panjang pada rakaat pertama dan membaca surat yang pendek pada rakaat kedua, dan kadang-kadang memperdengarkan kepada kami dalam membaca ayat.” [HR. al-Bukhari dalam Kitab al-Adzan, I: 91]
2-   عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِنَا فَيَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فِي الرَّكْعَتَيْنِ اْلأُولَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ وَيُسْمِعُنَا اْلآيَةَ أَحْيَانًا وَكَانَ يُطَوِّلُ الرَّكْعَةَ اْلأُولَى مِنْ الظُّهْرِ وَيُقَصِّرُ الثَّانِيَةَ وَكَذَلِكَ فِي الصُّبْحِ. [رواه مسلم، كتاب الصلاة: 210]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Qatadah, ia berkata: Pernah Rasulullah saw shalat bersama kami. Dalam shalat dzuhur dan asar, pada dua rakaat pertama, beliau membaca surat al-Fatihah dan dua surat (lainnya), dan kadang-kadang beliau memperdengarkan bacaan ayat. Beliau memperpanjang (bacaan ayat) pada rakaat pertama dan memperpendek (bacaan ayat) pada rakaat kedua, demikian pula dalam shalat shubuh.” [HR. Muslim dalam Kitab ash-Shalah: 210]
3-   عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فِي اْلأُولَى مِنْهُمَا اْلآيَةَ الَّتِي فِي الْبَقَرَةِ، قُولُوا آمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا إِلَى آخِرِ اْلآيَةِ وَفِي اْلأُخْرَى آمَنَّا بِاللهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ. [أخرجه النسائي، جـ: 2، كتاب الصلاة: 100]
Artinya: “Diriwayatkan dari Said bin Yasar, Ibnu Abbas memberitahu bahwa Rasulullah saw pada dua rakaat dalam shalat fajar, pada rakaat pertama membaca ayat yang ada dalam surat al-Baqarah قُولُوا آمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا (QS. al-Baqarah {2}: 136) hingga akhir ayat dan pada rakaat lainnya (kedua) membaca ayat آمَنَّا بِاللهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (QS. Ali Imran {3}: 52).” [Ditakhrijkan oleh an-Nasa'i, Juz II, Kitab ash-Shalah: 100]
4-   عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ السَّائِبِ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلمُؤْمِنُونَ فِي الصُّبْحِ حَتَّى إِذَا جَاءَ ذِكْرُ مُوسَى وَهَارُونَ أَوْ ذِكْرُ عِيسَى أَخَذَتْهُ سَعْلَةً فَرَكَعَ . وَقَرَأَ عُمَرُ فِي الرَّكْعَةِ اْلاُولَى بِمِائَةِ وَعِشْرِينَ آيَةً مِنَ اْلبَقَرَةِ. وَفِي الثَّانِيَةِ بِسُورَةِ مِنَ اْلمَثَانِي. وَقَرَأَ اْلأَحْنَفُ بِاْلكَهْفِ فِي اْلاُولَى وَفِي الثَّانِيَةِ بِيُوسُفَ أَوْ يُونُسَ ... [أخرجه البخاري، كتاب الآذان: 93]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin as-Saib, dalam shalat shubuh Nabi saw membaca surat al-Mukminun, hingga ketika sampai pada penyebutan kata "Musa wa Harun" atau "Isa", beliau terkena batuk lalu rukuk. Dan Umar pada rakaat pertama membaca seratus dua puluh ayat dari surat al-Baqarah dan pada rakaat kedua membaca surat al-Matsani (surat yang kurang dari seratus ayat). Adapun al-Ahnaf membaca surat al-Kahfi pada rakaat pertama dan surat Yusuf atau Yunus pada rakaat kedua.” [Ditakhrijkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adzan: 93]
5-   عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّهُ قَالَ لِمَرْوَانَ يَا أَبَا عَبْدِ الْمَلِكِ أَتَقْرَأُ فِي الْمَغْرِبِ بِقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَإِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ قَالَ نَعَمْ. [أخرجه النسائي، جـ: 2: 175]
Artinya: “Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit, ia berkata kepada Marwan: Hai Abu Abdul Malik apakah engkau membaca قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ (QS. al-IkhlasH) dan إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (QS. al-Kautsar)? Ia menjawab: Ya.” [Ditakhrijkan oleh an-Nasa'i, Juz II: 175]
6-   عَنْ زِيَادِ بْنِ عِلاَقَةَ قَالَ سَمِعْتُ عَمِّي يَقُولُ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ فَقَرَأَ فِي إِحْدَى الرَّكْعَتَيْنِ وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ. [أخرجه النسائي، جـ: 2، كتاب الصلاة: 163]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ziyad bin Alaqah, ia berkata: Saya mendengar Umar berkata: Saya bersama Rasulullah saw shalat shubuh, ketika itu pada salah satu dari dua rakaat beliau membaca وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ (QS. Qaf {50}: 10).” [Ditakhrijkan oleh an-Nasa'i, Juz II, Kitab ash-Shalah: 163]
7-   عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ كُنَّا نُصَلِّي خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ فَنَسْمَعُ مِنْهُ اْلآيَةَ بَعْدَ اْلآيَاتِ مِنْ سُورَةِ لُقْمَانَ وَالذَّارِيَاتِ. [رواه النسائي]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Ishaq dari al-Barra', ia berkata: Kami shalat dzuhur di belakang Nabi saw, kemudian kami mendengar dari suara beliau, ayat demi ayat dari surat Luqman dan adz-Dzariyat.” [Ditakhrijkan oleh an-Nasa'i, Juz II, Kitab ash-Shalah: 163]

Penjelasan
1.      Hadis pertama dan kedua (dari Abdullah bin Qatadah), menjelaskan bahwa Nabi saw membaca surat yang lebih panjang pada rakaat pertama daripada surat yang dibaca pada rakaat kedua, baik pada shalat dzuhur, isya' maupun pada shalat shubuh.
2.      Hadis ketiga dari Sa'id bin Yasar menjelaskan bahwa ketika shalat fajar, beliau membaca ayat tidak dari permulaan surat, yaitu al-Baqarah (2): 136, dan Ali Imran (3): 52.
3.      Hadis tersebut diperkuat dengan hadis No. 6 dari Ziyad bin Alaqah, yang menjelaskan bahwa Nabi saw membaca ayat dari ayat 10 surat Qaf.
4.      Demikian pula hadis yang ke tujuh dari Abu Ishaq, menjelaskan bahwa Nabi saw membaca sebagian dari surat Luqman dan surat adz-Dzariyat. Kami memahami bahwa Nabi saw tidak membaca dari permulaan surat, sebab hadis tersebut tidak menjelaskan bahwa beliau membacanya dari permulaan.
5.      Hadis keempat menjelaskan bahwa Ahnaf (shahabat Nabi saw) membaca surat al-Kahfi pada rakaat pertama dan membaca surat Yusuf atau Yunus pada rakaat kedua. Al-Kahfi surat ke-18, sedangkan Yusuf surat ke-12 dan Yunus surat ke-10.
6.      Hadis tersebut diperkuat dengan hadis ke lima dari Zaid bin Tsabit bahwa Abdul Malik (sahabat Nabi) membaca Qul Huwallahu Ahad (QS. al-Ikhlas, surat ke-112) kemudian membaca surat al-Kautsar, surat ke-108, pada rakaat kedua.
7.      Kami telah berusaha mencari hadis lainnya, tetapi tidak ada hadis yang melarang atau mewajibkan untuk membaca surat yang lebih panjang pada rakaat pertama, dan tidak ada yang mewajibkan membaca dari permulaan surat dalam shalat maupun di luar shalat. Demikian pula tidak kami temukan hadis yang mewajibkan membaca secara urut dalam shalat.

Kesimpulan
1.      Diperbolehkan (mubah) membaca surat secara tidak berurutan pada rakaat-rakaat dalam shalat.
2.      Diperbolehkan (mubah) membaca ayat tidak dari permulaan surat, baik pada shalat wajib maupun pada shalat sunnah.
3.      Disunnahkan membaca surat yang lebih panjang pada rakaat pertama, namun diperbolehkan (mubah) membaca ayat yang lebih pendek pada rakaat pertama.

Wallahu a'lam bish-shawab. *sd)

PELAJAR SEBAGAI PELOPOR, PELANGSUNG DAN PENYEMPURNA AMANAH



Ketika berbicara mengenai gerakan pelajar, maka memiliki sejarah yang sangat panjang. Gerakan pelajar di Indonesia, mulai bermunculan pada saat pergerakan nasional di Indonesia. Mulai dari Pelajar Islam Indonesia (PII) pada tahun 1947, Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU) tahun 1954, Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama (IPPNU) tahun 1955 dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) pada tahun 1961. Gerakan pelajar langsung atau tidak langsung telah memberikan kontribusi bagi kelompok sosial pelajar di Indonesia, khusunya pelajar Islam. Gerakan pelajar tentu tidak hanya hidup dalam ruang sejarah hampa karena situasi sosial, ekonomi, politik, agama, pendidikan, budaya, dan bidang lainnya pun berubah. Namun, gerkan pelajar tetap berpartisipasi aktif mengambil peran strategis pada era seusai reformasi. Gerakan pelajar harus mampu menawarkan gagasan dan aksi-aksi baru yang segar, kritis, visioner, dan transformatif.
Begitu juga dengan geliat pelajar Muhammadiyah. Memegang peranan yang penting. Ikatan pelajar Muhammadiyah dalam peranannya, memiliki dua peran, yakni peran internal dan eksternal. Peran internal adalah peran IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah dan peran eksternalnya adalah sebagai pengendali dan pemantau keadaan kebangsaan. Peran internal IPM adalah peran IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, ini dimaksudkan bahwa IPM memiliki visi besar sebagaimana visi Muhammadiyah untuk membangun kondisi kemasyarakatan. Namun, perbedaannya adalah, IPM bergerak dalam ranah pelajar. Inilah peran internal dari IPM. Sebagaimana tujuan dari IPM adalah “terbentuknya pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Inilah yang menjadi tujuan umum dari dibentuknya IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah. Sedangkan untuk peran IPM secara eksternal adalah sebagai pemantau keadaan kebangsaan, memiliki peran sebagai pengendali, untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan kenegaraan, dan sebagai pengawal kebijakan yang telah dibuat.
Pada ranah internal, IPM selain berfungsi sebagai pembentuk masyarakat, juga bertanggung jawab kepada Muhammadiyah. Sesuai dengan peran IPM adalah sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amanah Muhammadiyah (3P) IPM memiliki peran ke dalam yang sangat vital. Sebagai organisasi awal pengkaderan Muhammadiyah, IPM harus bisa menciptakan sikap militansi kader, dan sikap kritis kader. IPM harus bisa menjadi pelopor, yakni (dalam kamus besar bahasa Indonesia) 1 yg berjalan terdahulu; yg berjalan di depan tt perarakan dsb; 2 perintis jalan; pembuka jalan; pionir: dia dipandang orang sbg -- dl dunia pendidikan wanita; 3 pasukan perintis (yg terdepan) gerak pembaharuan (tanpa memperhitungkan risiko yg mungkin dialami);
me·me·lo·pori v 1 berjalan mendahului: beberapa buah tank ~ perjalanan pasukan itu; 2 memimpin (memberi contoh atau teladan): ia bermasud hendak ~ rakyat ke jurusan koperasi; 3 merintis jalan: merekalah yg ~ perjuangan kemerdekaan;
IPM sebagai pelopor, haruslah bisa menjadi pendahulu, pemrakarsa, pemimpin, penggagas. Inilah fungsi dari identitas IPM sebagai pelopor amanah Muhammadiyah. Sedangkan IPM sebagai pelangsung adalah peran IPM sebagai penyampung, pelaksana amanah keummatan yang diemban Muhammadiyah. Dan yang terakhir, adalah sebagi penyempurna, IPM harus bisa menyempurnakan, berkontribusi penuh pada pelaksanaan amanah yang diembannya. Tidak hanya sebagai konseptor (pelopor), eksekutor (pelaksana), namun juga harus bisa menyempurnakan sebagai penyempurna amanah. Inilah tugas yang harus diemban oleh IPM sebagai organisasi grass root Muhammadiyah.
Untuk dapat menjadi pelopor, pelangsung dan penyempurna, kader dan anggota IPM harus memiliki tiga paradigma yang menjadi landasan berfikir, yakni keilmuan, kritis terbuka, hati suci/transenden. Artinya, IPM tidak hanya memlopori nalar kritis dalam gerakan keilmuan pelajar, tetapi juga bersedia untuk selalu membuka fikiran yang datang dari luar, sekaligus membuka pintu selebar-lebarnya untuk berdialog dengan siapapun yang berbeda dengan pemikirannya, namun dilandasi dengan hati yang suci, tidak saling menjatuhkan, tetapi untuk mencari titik terang.


Oleh Mochamad Zainudin
Anggota Bidang PIP
Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Lamongan


http://pdipm-lamongan.blogspot.com/2012/01/pelajar-sebagai-pelopor-pelangsung-dan.html

PELAJAR SEBAGAI PELOPOR, PELANGSUNG DAN PENYEMPURNA AMANAH



Ketika berbicara mengenai gerakan pelajar, maka memiliki sejarah yang sangat panjang. Gerakan pelajar di Indonesia, mulai bermunculan pada saat pergerakan nasional di Indonesia. Mulai dari Pelajar Islam Indonesia (PII) pada tahun 1947, Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU) tahun 1954, Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama (IPPNU) tahun 1955 dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) pada tahun 1961. Gerakan pelajar langsung atau tidak langsung telah memberikan kontribusi bagi kelompok sosial pelajar di Indonesia, khusunya pelajar Islam. Gerakan pelajar tentu tidak hanya hidup dalam ruang sejarah hampa karena situasi sosial, ekonomi, politik, agama, pendidikan, budaya, dan bidang lainnya pun berubah. Namun, gerkan pelajar tetap berpartisipasi aktif mengambil peran strategis pada era seusai reformasi. Gerakan pelajar harus mampu menawarkan gagasan dan aksi-aksi baru yang segar, kritis, visioner, dan transformatif.
Begitu juga dengan geliat pelajar Muhammadiyah. Memegang peranan yang penting. Ikatan pelajar Muhammadiyah dalam peranannya, memiliki dua peran, yakni peran internal dan eksternal. Peran internal adalah peran IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah dan peran eksternalnya adalah sebagai pengendali dan pemantau keadaan kebangsaan. Peran internal IPM adalah peran IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, ini dimaksudkan bahwa IPM memiliki visi besar sebagaimana visi Muhammadiyah untuk membangun kondisi kemasyarakatan. Namun, perbedaannya adalah, IPM bergerak dalam ranah pelajar. Inilah peran internal dari IPM. Sebagaimana tujuan dari IPM adalah “terbentuknya pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Inilah yang menjadi tujuan umum dari dibentuknya IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah. Sedangkan untuk peran IPM secara eksternal adalah sebagai pemantau keadaan kebangsaan, memiliki peran sebagai pengendali, untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan kenegaraan, dan sebagai pengawal kebijakan yang telah dibuat.
Pada ranah internal, IPM selain berfungsi sebagai pembentuk masyarakat, juga bertanggung jawab kepada Muhammadiyah. Sesuai dengan peran IPM adalah sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amanah Muhammadiyah (3P) IPM memiliki peran ke dalam yang sangat vital. Sebagai organisasi awal pengkaderan Muhammadiyah, IPM harus bisa menciptakan sikap militansi kader, dan sikap kritis kader. IPM harus bisa menjadi pelopor, yakni (dalam kamus besar bahasa Indonesia) 1 yg berjalan terdahulu; yg berjalan di depan tt perarakan dsb; 2 perintis jalan; pembuka jalan; pionir: dia dipandang orang sbg -- dl dunia pendidikan wanita; 3 pasukan perintis (yg terdepan) gerak pembaharuan (tanpa memperhitungkan risiko yg mungkin dialami);
me·me·lo·pori v 1 berjalan mendahului: beberapa buah tank ~ perjalanan pasukan itu; 2 memimpin (memberi contoh atau teladan): ia bermasud hendak ~ rakyat ke jurusan koperasi; 3 merintis jalan: merekalah yg ~ perjuangan kemerdekaan;
IPM sebagai pelopor, haruslah bisa menjadi pendahulu, pemrakarsa, pemimpin, penggagas. Inilah fungsi dari identitas IPM sebagai pelopor amanah Muhammadiyah. Sedangkan IPM sebagai pelangsung adalah peran IPM sebagai penyampung, pelaksana amanah keummatan yang diemban Muhammadiyah. Dan yang terakhir, adalah sebagi penyempurna, IPM harus bisa menyempurnakan, berkontribusi penuh pada pelaksanaan amanah yang diembannya. Tidak hanya sebagai konseptor (pelopor), eksekutor (pelaksana), namun juga harus bisa menyempurnakan sebagai penyempurna amanah. Inilah tugas yang harus diemban oleh IPM sebagai organisasi grass root Muhammadiyah.
Untuk dapat menjadi pelopor, pelangsung dan penyempurna, kader dan anggota IPM harus memiliki tiga paradigma yang menjadi landasan berfikir, yakni keilmuan, kritis terbuka, hati suci/transenden. Artinya, IPM tidak hanya memlopori nalar kritis dalam gerakan keilmuan pelajar, tetapi juga bersedia untuk selalu membuka fikiran yang datang dari luar, sekaligus membuka pintu selebar-lebarnya untuk berdialog dengan siapapun yang berbeda dengan pemikirannya, namun dilandasi dengan hati yang suci, tidak saling menjatuhkan, tetapi untuk mencari titik terang.


Oleh Mochamad Zainudin
Anggota Bidang PIP
Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Lamongan


http://pdipm-lamongan.blogspot.com/2012/01/pelajar-sebagai-pelopor-pelangsung-dan.html

PELAJAR SEBAGAI PELOPOR, PELANGSUNG DAN PENYEMPURNA AMANAH



Ketika berbicara mengenai gerakan pelajar, maka memiliki sejarah yang sangat panjang. Gerakan pelajar di Indonesia, mulai bermunculan pada saat pergerakan nasional di Indonesia. Mulai dari Pelajar Islam Indonesia (PII) pada tahun 1947, Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU) tahun 1954, Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama (IPPNU) tahun 1955 dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) pada tahun 1961. Gerakan pelajar langsung atau tidak langsung telah memberikan kontribusi bagi kelompok sosial pelajar di Indonesia, khusunya pelajar Islam. Gerakan pelajar tentu tidak hanya hidup dalam ruang sejarah hampa karena situasi sosial, ekonomi, politik, agama, pendidikan, budaya, dan bidang lainnya pun berubah. Namun, gerkan pelajar tetap berpartisipasi aktif mengambil peran strategis pada era seusai reformasi. Gerakan pelajar harus mampu menawarkan gagasan dan aksi-aksi baru yang segar, kritis, visioner, dan transformatif.
Begitu juga dengan geliat pelajar Muhammadiyah. Memegang peranan yang penting. Ikatan pelajar Muhammadiyah dalam peranannya, memiliki dua peran, yakni peran internal dan eksternal. Peran internal adalah peran IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah dan peran eksternalnya adalah sebagai pengendali dan pemantau keadaan kebangsaan. Peran internal IPM adalah peran IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, ini dimaksudkan bahwa IPM memiliki visi besar sebagaimana visi Muhammadiyah untuk membangun kondisi kemasyarakatan. Namun, perbedaannya adalah, IPM bergerak dalam ranah pelajar. Inilah peran internal dari IPM. Sebagaimana tujuan dari IPM adalah “terbentuknya pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Inilah yang menjadi tujuan umum dari dibentuknya IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah. Sedangkan untuk peran IPM secara eksternal adalah sebagai pemantau keadaan kebangsaan, memiliki peran sebagai pengendali, untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan kenegaraan, dan sebagai pengawal kebijakan yang telah dibuat.
Pada ranah internal, IPM selain berfungsi sebagai pembentuk masyarakat, juga bertanggung jawab kepada Muhammadiyah. Sesuai dengan peran IPM adalah sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amanah Muhammadiyah (3P) IPM memiliki peran ke dalam yang sangat vital. Sebagai organisasi awal pengkaderan Muhammadiyah, IPM harus bisa menciptakan sikap militansi kader, dan sikap kritis kader. IPM harus bisa menjadi pelopor, yakni (dalam kamus besar bahasa Indonesia) 1 yg berjalan terdahulu; yg berjalan di depan tt perarakan dsb; 2 perintis jalan; pembuka jalan; pionir: dia dipandang orang sbg -- dl dunia pendidikan wanita; 3 pasukan perintis (yg terdepan) gerak pembaharuan (tanpa memperhitungkan risiko yg mungkin dialami);
me·me·lo·pori v 1 berjalan mendahului: beberapa buah tank ~ perjalanan pasukan itu; 2 memimpin (memberi contoh atau teladan): ia bermasud hendak ~ rakyat ke jurusan koperasi; 3 merintis jalan: merekalah yg ~ perjuangan kemerdekaan;
IPM sebagai pelopor, haruslah bisa menjadi pendahulu, pemrakarsa, pemimpin, penggagas. Inilah fungsi dari identitas IPM sebagai pelopor amanah Muhammadiyah. Sedangkan IPM sebagai pelangsung adalah peran IPM sebagai penyampung, pelaksana amanah keummatan yang diemban Muhammadiyah. Dan yang terakhir, adalah sebagi penyempurna, IPM harus bisa menyempurnakan, berkontribusi penuh pada pelaksanaan amanah yang diembannya. Tidak hanya sebagai konseptor (pelopor), eksekutor (pelaksana), namun juga harus bisa menyempurnakan sebagai penyempurna amanah. Inilah tugas yang harus diemban oleh IPM sebagai organisasi grass root Muhammadiyah.
Untuk dapat menjadi pelopor, pelangsung dan penyempurna, kader dan anggota IPM harus memiliki tiga paradigma yang menjadi landasan berfikir, yakni keilmuan, kritis terbuka, hati suci/transenden. Artinya, IPM tidak hanya memlopori nalar kritis dalam gerakan keilmuan pelajar, tetapi juga bersedia untuk selalu membuka fikiran yang datang dari luar, sekaligus membuka pintu selebar-lebarnya untuk berdialog dengan siapapun yang berbeda dengan pemikirannya, namun dilandasi dengan hati yang suci, tidak saling menjatuhkan, tetapi untuk mencari titik terang.


Oleh Mochamad Zainudin
Anggota Bidang PIP
Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Lamongan


http://pdipm-lamongan.blogspot.com/2012/01/pelajar-sebagai-pelopor-pelangsung-dan.html